Pidato Seorang Maha Siswa di Makam Pahlawan

Puasa kesabaranku usai sudah
Sampai kebatas. Di depan pintu-pintu bisu
Berjuta mata menatap. Berjuta mulut meratap
Tangan menggenggam tangan mengeras di udara
Negeri ini sedang kering
                                                                 Sebuah singgasana
Menggigil di dahi orang-orang miskin
Yang menatap     Yang menatap
Tak ada pilihan lain
                                                              Setelah kemarau panjang
Sungai-sungai mengering tohor dan kotor

Dengan kepatuhan seribu burung beo
                                                               Bayangan meloncat
Dari tahun ke tahun ringan dan tebal
Melingkar seperti ular melingkar
Memeluk singgasana lagu senja hari
Maka tak ada pilihan lain    Sepanduk dukaku
Dan puasa kesabaranku       Ku lepas ke angkasa
Menjadi burung gagak menjadi mata menjadi mulut
Menjadi kata yang tak gentar mengucapkan yang benar
Sebab seperti lazimnya
                                                            Hari-hari berlalu
                                                            Dan dengan setetes darahku
Bunga bangkai tumbuh mekar di taman bulan maret

Tanpa hirau bahwa sesungguhnya aku kuat
Karena aku kayu besi yang tumbuh di antara
Orang-orang berliur cuka
Yang setiap tahun mengenangmu
                                                            Dengan air mata
Larut bersama embun menjadi kelopak
                                                            Wangi bunga melati
Menjadi terang bintang menyinari batu nisanmu
Menjadi saksi kunang-kunang di malam dingin

Duka adalah pedang yang makan sampai kenyang
Pergilah ke daerah lapar berlayar tanpa laut
Ambil tempat dibarisan paling depan
Tempat senyapmu                   Rebah tanpa keluh                 
                                                             

Sebelum aku datang bersama lahar
Mengalir jadi bencana seperti belalang bara
Dalam urat darah negeri ini
                                     Sebelum derap kuku kuda-kudaku
                                                Merobek malam

Seperti kalian orang-orang perkasa
Yang turun dari puncak-puncak gunung
Berdiri di tepi hutan                Ingatkan mereka!
Berjuta mata menatap Berjuta mulut meratap
Tangan menggenggam tangan mengeras di udara
Menyala bagai tembikar di pembakaran.

Pahlawan orang-orang tertindas
Terima kasih pidato malam larutku.


Frans Nadjira
Horison-XXXIII/5/1999



Artikel Terkait:


0 komentar:

Posting Komentar

Tambahkan Komentar Anda

Subscribe Via Email

catatan "Kang Hasan"

↑ Grab this Headline Animator

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

About Me

Foto Saya
Hasanudin
Ketidaksempurnaan adalah hakiki insan Tuhan. Menjadikan lebih sempurna adalah kewajiban Insan terhadap Tuhan, dengan iman dan takwa kepada-Nya. Sebagai seorang insan kita wajib menghargai ketidaksempurnaan sesama.
Lihat profil lengkapku

Followers

Sponsored by

Ekstra Link

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net Add to Google Reader or Homepage Text Back Links Exchanges Blog Tutorial Wordpress Blogger Blogspot Cara Membuat Blog Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
Back To Top