Jenis Surat
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai jenis surat. Surat-surat dapat diklasifikasi menjadi beberapa jenis berdasarkan segi-segi tertentu, yang meliputi: (a) wujud surat, (b) si pembuat surat, (c) isi surat, (d) keamanan isi, (e) ruang lingkup, (f) jumlah pembaca, (g) si pembuat surat.
a)      Berdasarkan wujud surat
Berdasarkan wujud surat, sebuah surat dapat dibedakan atas kartu pos, warkat pos, surat bersampul, dan telegram.  
Kartu pos merupakan tempat menulis surat yang terbuat dari kertas karton tipis ukuran 15 x 10 cm yang disahkan pemakaiannya oleh Perum Postel. Di atas kertas berbentuk inilah orang menulis surat. Surat yang berbentuk kartu ini disebut pula dengan kartu pos (Arifin, 1987:2). Isi berita yang ditulis pada kartu pos harus singkat dan penulis hanya dapat menulis berita yang tidak bersifat rahasia karena surat ini dikirim tanpa menggunakan sampul surat.
Warkat pos ialah lembaran kertas surat yang dicetak dan diedarkan oleh Perum Postel. Pada bagian dalam kertas dapat ditulis dengan berita, sedangkan pada bagian luar berisi blangko untuk menulis alamat surat. Warkat pos dapat digunakan untuk menulis hal-hal yang tidak sepantasnya dibaca oleh orang lain.
Surat bersampul ialah surat yang dikirimkan dengan menggunakan sampul surat. Surat bersampul sering dianggap lebih baik dari kartu pos dan warkat pos karena lebih terjamin kerahasiaan isinya, dapat menuli surat lebih panjang, dan umumnya dianggap sebagai surat yang lebih sopan dan berwibawa.
Telegram ialah berita yang dikirimkan dari jarak jauh dengan sarana pesawat telegrap. Biaya pengiriman telegram dihitung berdasarkan jumlah kata yang terdapat dalam surat. Oleh sebab itu, cara menulis berita dalam telegram harus dibatasi dan dilakukan sesuai petunjuk.
b)      Berdasarkan si pembuat surat
Jenis surat berdasarkan si pembuat surat dibedakan atas surat pribadi dan surat resmi. Surat pribadi adalah surat yang dibuat oleh seseorang yang isinya menyangkut kepentingan pribadi (Sudarsa, dkk., 1992:3). Surat-menyurat pribadi timbul dalam pergaulan hidup sehari-hari dan terjadi dalam komunikasi antaranak dan orang tua, antarkerabat, antarsejawat, dan antarteman. Menurut Soedjito dan Solchan (1999:14), surat pribadi ialah surat yang berisi masalah pribadi yang ditujukan kepada keluarga, teman, atau kenalan. Karena sifatnya akrab dan santai, dalam surat pribadi biasa digunakan bahasa ragam akrab atau santai.
Surat resmi ialah surat yang dibuat oleh suatu badan perusahaan, organisasi, atau instansi tertentu (Arifin, 1987:6). Oleh sebab itu, surat resmi dapat berupa surat niaga, surat sosial, dan surat dinas. Menurut Sudarsa, dkk. (1992:4), surat dinas atau surat resmi ialah segala komunikasi tertulis yang menyangkut kepentingan tugas dan kegiatan dinas instansi. Surat dinas atau resmi hanya dibuat oleh instansi pemerintah dan dikirimkan kepada semua pihak yang memiliki hubungan dengan instansi tersebut.
c)      Berdasarkan isi surat
Berdasarkan isinya, surat dibedakan atas surat keluarga, surat setengah resmi, surat sosial, surat niaga, surat dinas.
Surat keluarga ialah surat yang isinya membicarakan masalah keluarga, perkenalan, atau persahabatan. Surat keluarga dapat berupa surat pada orang tua, famili, kepada kenalan, dan sebagainya.
Surat setengah resmi ialah surat yang ditulis oleh seseorang atau perorangan kepada suatu organisasi atau instansi teetentu. Contohnya surat lamaran kerja, surat permohonan izin membangun, surat izin masuk kantor, surat pernyataan bersedia memilih dan dipilih.
Surat sosial ialah surat yang dibuat oleh berbagai lembaga sosial yang ditujukan kepada seseorang, organisasi, atau instansi tertentu. Isi surat sosial selalu bersifat kegiatan sosial yang dikelola oleh lembaga yang bersangkutan.
Surat niaga ialah surat yang ditulis oleh suatu badan perusahaan perdagangan yang isinya membicarakan masalah dagang atau perniagaan (Arifin, 1987:7). Menurut Soedjito dan Solchan (1999:14), surat niaga atau dagang ialah surat yang berisi masalah perniagaan atau perdagangan. Surat niaga dibuat oleh suatu perusahaan yang ditujukan kepada semua pihak.
Surat dinas ialah surat yang isinya meliputi masalah dinas yang menyangkut administrasi pemerintah (Arifin, 1987:7). Menurut Sudarsa, dkk. (1992:4), surat dinas atau surat resmi ialah segala komunikasi tertulis yang menyangkut kepentingan tugas dan kegiatan dinas instansi. Surat dinas hanya dibuat oleh instansi pemerintah dan dapat dikirimkan kepada semua pihak yang berhubungan dengan instansi tersebut.
d)     Berdasarkan keamanan isi
Surat dapat pula dibedakan berdasarkan keamanan isinya meliputi surat sangat rahasia, rahasia, konfidensial, dan surat biasa.
Surat sangat rahasia ialah surat yang berisi dokumen penting yang berhubungan dengan rahasia atau keamanan negara. Surat tersebut ditandai dengan kode SR atau SRHS ( sangat rahasia). Surat sangat rahasia tidak boleh diterima oleh orang yang tidak berhak menerimanya sebab hal itu dapat membahayakan keamanan negara. Contohnya adalah dokumen dari Departemen Penerangan, dokumen dari negara tetangga, dan dokumen di kalangan kemiliteran. Surat sangat rahasia dikirim dengan sampul rangkap tiga. Sampul pertama dan kedua ditulis dengan alamat lengkap dengan kode SR atau SRHS, sampul ketiga ditulis dengan alamat seperti surat biasa.
Surat rahasia ialah surat yang berisi dokumen penting yang hanya boleh diketahui oleh pejabat yang berhak menerimanya. Isinya tidak boleh diketahui oleh pihak lain sebab hal itu dapat merugikan instansi, organisasi, atau pejabat yang bersangkutan. Surat rahasia dikirim dengan menggunakan sampul rangkap dua. Sampul pertama (di dalam) dilengkapi dengan kode R atau RHS, sedangkan sampul ke dua (di luar) ditulis dengan alamat seperti surat biasa.
Surat konfidensial adalah surat yang isinya hanya diketahui oleh beberapa pejabat tertentu. Surat tersebut harus dibahas dan dipertimbangkan sebelum diinformasikan pada pihak-pihak yang bersangkutan. Contohnya adalah hasil rapat pimpinan terbatas, usul pengangkatan pegawai baru, dan laporan perjalanan.
Surat biasa ialah surat yang berisi masalah biasa dan bukan rahasia. Apabila surat tersebut diketahui oleh orang lain tidak merugikan lembaga atau pejabat yang bersangkutan. Contoh surat biasa adalah surat edaran, surat undangan, surat ucapan terima kasih, pengumuman, dan pemberitahuan.
e)      Berdasarkan ruang lingkup pemakainya
Berdasarkan ruang lingkup pemakaiannya, sebuah surat dapat pula dibedakan atas memorandum, nota, dan surat biasa.
Memorandum atau memo ialah surat yang berisi catatan singkat tentang pokok-pokok persoalan. Memo dibuat oleh pihak atasan pada bawahan, atau sebaliknya. Memo hanya digunakan dalam ruang lingkup terbatas, yaitu berlaku untuk intern kantor atau instansi yang bersangkutan saja.
Nota ialah sejenis memorandum yang hanya dibuat oleh pihak atasan kepada pihak bawahan untuk meminta data, informasi, memberi petunjuk, dan lain-lain. Pada dasarnya isi nota sama dengan isi surat dinas, tetapi lebih ringkas dan jelas.
Surat biasa ialah surat yang dapat dikirimkan kepada orang lain, baik di dalam maupun di luar kantor atau instansi yang bersangkutan. Apabila memo dan nota hanya dipakai untuk intern kantor atau instansi yang bersangkutan saja, surat biasa ialah surat yang dapat dikirimkan kepada orang lain, baik di dalam maupun di luar kantor atau instansi yang bersangkutan.
f)       Berdasarkan jumlah pembaca
Berdasarkan jumlah pembaca, surat dapat dibedakan atas pengumuman, surat edaran, dan surat biasa. Pengumuman ialah surat yang ditujukan kepada pejabat, para karyawan, dan masyarakat umum. Pengumuman dapat dilakukan untuk ruang lingkup terbatas atau yang lebih luas. Misalnya untuk intern suatu instansi, antarinstansi, atau pada masyarakat luas. Pengumuman dapat disebarluaskan dengan beberapa cara, yaitu dengan mengedarkan sebagai surat edaran, memasang di papan-papan pengumuman, dan memasangnya di koran atau majalah sebagai iklan.
Surat edaran ialah surat yang dikirim kepada beberapa orang, baik di dalam maupun di luar kantor atau instansi yang bersangkutan. Isi surat ini adakalanya hanya untuk diketahui oleh pejabat yang bersangkutan, dan adakalanya disebarkan kepada lingkup yang lebih luas. Surat edaran sering juga disebut sirkuler.
Surat biasa ialah surat yang khusus ditujukan kepada seseorang, pejabat, atau instansi tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan surat biasa ialah surat yang khusus dikirimkan kepada seseorang pada alamat tetentu untuk dibacanya sendiri.
Dari beberapa jenis surat di atas, dapat disimpulkan bahwa surat resmi atau surat dinas merupakan jenis surat yang didasarkan pada si pembuat surat dan isi surat.

Daftar Pustaka
Arifin, Syamsir. 1987. Pedoman Penulisan Surat menyurat Indonesia. Padang: Angkasa Raya.
Soedjito dan Solchan TW. 1999. Surat-Menyurat Resmi dalam Bahasa Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudarsa, dkk. 1992. Surat Menyurat dalam Bahasa indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


Surat Resmi

1.       Hakikat Surat Resmi
Surat resmi atau surat dinas ialah komunikasi tertulis yang menyangkut kepentingan tugas dan kegiatan instansi. Menurut Arifin (1987:6) surat resmi adalah surat yang oleh suatu badan perusahaan, organisasi atau instansi tertentu. Oleh sebab itu, surat itu dapat berupa surat niaga, surat sosial, dan surat dinas.
Kosasih, dkk. (2003:16) mengatakan bahwa surat resmi atau surat dinas adalah surat yang digunakan dalam kepentingan fungsi kedinasan, baik dinas pemerintah maupun dinas swasta. Surat ini umumnya bersifat resmi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
Surat resmi ialah surat yang dibuat oleh suatu badan usaha, organisasi atau instansi tertentu (Arifin, 1987:6). Sedangkan menurut Sudarsa, dkk. (1992:4), surat dinas atau surat resmi ialah segala komunikasi tertulis yang menyangkut kepentingan tugas dan kegiatan dinas instansi. Surat dinas merupakan salah satu alat komunikasi kedinasan yang sangat penting dalam pengelolaan administrasi, seperti penyampaian berita tertulis yang berisi pemberitahuan, penjelasan, permintaan, pernyataan pendapat dari instansi kepada instansi yang lain dan dari instansi kepada perseorang atau sebaliknya.
Menurut Soedjito dan Solchan (1999:14), surat dinas atau resmi ialah surat yang berisi masalah kedinasan atau administrasi pemerintah. Surat dinas atau resmi hanya dibuat oleh instansi pemerintah dan dapt dikirimkan kepada semua pihak yang memiliki hubungan dengan instansi tersebut.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa surat resmi adalah bentuk komunikasi tulis dari satu pihak kepada pihak lain yang berisi masalah kedinasan atau administrasi.
2.      Pengertian dan Fungsi Surat Resmi
Surat adalah salah satu sarana komunikasi yang dapat menghubungkan seseorang dengan orang lain, seseorang dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, atau kelompok dengan seseorang dalam jarak yang berjauhan. Diantara sekian banyak sarana komunikasi yang tersedia, surat memiliki beberapa faktor yang memudahkan manusia berkomunikasi, yaitu biaya relatif rendah, dapat berkomunikasi sesuai dengan kehendak secara lengkap, dan dapat diarsipkan sebagai bukti (Arifin, 1987:1).
Menurut Sudarsa, dkk. (1992:3), surat adalah suatu sarana komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi tertulis oleh suatu pihak kepada pihak lain. Informasi yang disampaikan itu dapat berupa pemberitahuan, pernyataan, perintah, permintaan, atau laporan. Hubungan yang terjadi antara pihak-pihak itu disebut surat-menyurat atau korespondensi.
Soedjito dan Solchan (1999:1), mendefinisikan surat resmi dari beberapa segi. Ditinjau dari sifat isinya, surat adalah jenis karangan (komposisi) paparan. Di dalam paparan, pengarang mengemukakan maksud dan tujuannya dan menjelaskan apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Demikian pula di dalam surat. Ditinjau dari wujud peraturannya, surat adalah percakapan yang tertulis. Jadi, sejenis dengan ragam percakapan seperti yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari fungsinya, surat adalah suatu alat atau sarana komunikasi tulis. Surat dipandang sebagai alat komunikasi tulis yang paling efektif, efisien, ekonomis, dan praktis.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa surat adalah sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan informasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Sebagai sarana komunikasi, sebuah surat dapat pula berfungsi sebagai utusan organisasi atau instansi yang bersangkutan, bukti tertulis dalam berbagi perjanjian dan kegiatan, bukti historis dalam berbagai kegiatan masa lampau, sebagai pedoman untuk melanjutkan usaha dan hubungan kerjasama, dan alat pengingat berbagai kegiatan masa lampau (Arifin, 1987:1).
Menurut Sudarsa, dkk. (1992: 3), selain sebagai sarana komunikasi, surat juga berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pemberitahuan, permintaan atau permohonan, buah pikiran atau gagasan, alat bukti tertulis, alat untuk mengingat, bukti historis, dan pedoman kerja.
Surat mempunyai fungsi sebagai bukti historis. Fungsi surat sebagai bukti historis misalnya pada surat-surat yang bersejarah. Surat dapat digunakan sebagai bukti dalam berbagai kegiatan yang terjadi pada masa lampau. Surat merupakan bukti kuat karena informasi yang disampaikan melalui surat tidak akan berubah dari wakru ke waktu sesuai dengan keadaan.
Fungsi surat sebagai bukti tertulis berarti surat dapat dijadikan sebagai bukti nyata dalam suatu perjanjian atau kegiatan, misalnya berupa surat perjanjian. Dalam suatu perjanjian, apabila terjadi perbedaan antara kedua pihak, surat tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Surat juga mempunyai fungsi sebagai alat untuk mengingat, misalnya surat-surat yang diarsipkan. Surat yang dijadikan arsip dapat digunakan sebagai alat pengingat berbagai kegiatan masa lampau. Dengan surat-surat yang diarsipkan, hal-hal yang telah terlupakan dapat diingat kembali sehingga dapat menyelesaikan suatu masalah yang memerlukan bukti-bukti yang telah terlupakan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa selain sebagai sarana komunikasi, surat juga berfungsi sebagai utusan organisasi atau instansi, bukti tertulis, bukti historis, alat untuk menyampaikan pemberitahuan, permintaan atau permohonan, buah pikiran atau gagasan, dan pedoman kerja.

Daftar Pustaka
Arifin, Syamsir. 1987. Pedoman Penulisan Surat menyurat Indonesia. Padang: Angkasa Raya.
Kosasih dan Sutari, Ice. 2003. Surat Menyurat dan Menulis Surat Dinas dengan Benar. Bandung: CV. Yrama Widya.
Soedjito dan Solchan TW. 1999. Surat-Menyurat Resmi dalam Bahasa Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudarsa, dkk. 1992. Surat Menyurat dalam Bahasa indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.



1.      Hakikat Menulis
Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan, 1986:3). Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca dan memahami lambang-lambang grafik itu (Tarigan, 1982:21).
Menulis merupakan suatu medium yang penting untuk mengekspresikan diri pribadi, untuk berkomunikasi, dan untuk menemukan makna. Kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin bertambah oleh adanya perkembangan media baru untuk komunikasi masa. Oleh karena itu praktik, latihan, dan studi menulis tetap merupakan bagian yang penting dari kurikulum sekolah dan menjadi bagian sentral dalam pengajaran bahasa Indonesia.
Menurut Akhadiah, dkk. (1988:2) menulis adalah kemampuan kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain. Penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahannya, yaitu menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib.
Menulis, seperti halnya ketiga keterampilan berbahasa lainnya, merupakan suatu proses perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang penulis. Menulis menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik. Selanjutnya, menuntut penelitian yang terperinci, observasi yang saksama, pembeda yang tepat dalam pemilihan judul, bentuk, dan gaya. Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tatabahasa tertentu atau kaidah kebahasaan yang digunakan sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus-menerus dan teratur (Suriamiharja, dkk., 1996:2).
Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis suatu topik, penulis harus berpikir, menghubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya. Berpikir merupakan kegiatan mental. Ketika penulis berpikir, dalam benak penulis timbul serangkaian gambaran tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini tidak terkendali terjadi dengan sendirinya dan tanpa kesadaran. Kegiatan yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan tujuan untuk sampai pada suatu simpulan. Jenis kegiatan berpikir yang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar. Proses bernalar atau penalaran merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat menulis adalah suatu kegiatan untuk mengekspresikan diri dan perasaan yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung.
2.      Hakikat Pembelajaran Menulis
Tarigan (1982:9) berpendapat bahwa pembelajaran menulis adalah (1) membantu siswa memahami cara mengekspresikan bahasa dalam bentuk tulis; (2) mendorong siswa mengekspresikan diri secara bebas dalam bahasa tulis; (3) membantu siswa menggunakan bentuk bahasa yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.
Soenardji (1998:102) berpendapat bahwa pembelajaran menulis jika dikaitkan dengan proses pendidikan secara makro termasuk salah satu komponen yang sengaja disiapkan dan dilaksanakan oleh pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku sesudah kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Perubahan tingkah laku dalam pembelajaran menulis merupakan hasil pengaruh kemampuan berpikir, berbuat, dan merasakan perihal apa yang disampaikan sebagai bahan pembelajaran menulis.
Bertumpu pada pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menulis adalah upaya membantu dan mendorong siswa mengekspresikan bahasa dalam bentuk tulis, atau komponen yang disiapkan pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku dalam pembelajaran menulis.
3.      Tujuan Menulis
Setiap jenis tulisan memiliki tujuan yang beranekaragam, yaitu memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api. Bagi penulis yang belum berpengalaman, ada baiknya memperhatikan tujuan menulis (Tarigan, 1986:23).
Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan ingin memberitahu atau mengajarkan sesuatu kepada pembaca sehingga pembaca menjadi tahu mengenai sesuatu yang disampaikan oleh penulis. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse). Melalui tulisan, pengarang bertujuan ingin meyakinkan pembacanya akan kebenaran gagasan yang disampaikan sehingga pembaca dapat dipengaruhi dan merasa yakin akan gagasan penulis.
Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literary discourse). Penulis bertujuan untuk menyenangkan dan menghindarkan kedukaan para pembaca. Melalui tulisan, penulis ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, serta membuat hidup para pembaca lebih mudah dan menyenangkan dengan karyanya itu.
Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (ekspresive discourse). Melalui tulisan, penulis bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi agar pembaca dapat memahami makna yang ada dalam tulisan.
Menurut Suriamiharja, dkk. (1996:2), tujuan menulis adalah agar tulisan yang dibuat dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap bahasa yang dipergunakan. Dengan demikian, keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam pengertian tersebut muncul satu kesan adanya pengiriman dan penerimaan pesan.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis mempunyai tujuan untuk memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api agar dipahami oleh orang lain.
4.      Manfaat Menulis
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting di dalam kehidupan manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengutarakan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1986:22), menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir. Menulis juga dapat mendorong kita untuk berpikir secara kritis, memudahkan penulis memahami hubungan gagasan dalam tulisan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah yang dihadapi, dan mampu menambah pengalaman menulis.
Menurut pendapat Akhadiah, dkk. (1988:1), banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan menulis. Keuntungan yang pertama adalah dengan menulis seseorang dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Penulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu, penulis harus berpikir untuk memperoleh pengetahuan dan pengalamannya.
Kedua, melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan, serta membandingkan fakta-fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya. keuntungan ketiga, penulis lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi yang berhubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan.
Keempat, penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelaskan permasalahan yang semula masih samar. Keuntungan kelima, melalui tulisan,penulis dapat meninjau serta menilai gagasannya secara lebih objektif.
Keenam, dengan menuliskan sesuatu di kertas, penulis akan mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisis secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. Ketujuh, dengan menulis mengenai suatu topik, penulis terdorong untuk belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain. Keuntungan kedelapan, kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis sangat bermanfaat dalam kehidupan. Menulis dapat meningkatkan penalaran untuk mengembangkan berbagai gagasan yang dapat memperluas wawasan dan pengetahuan.
5.      Ragam Tulisan
Telah banyak ahli yang membuat klasifikasi mengenai tulisan. Beberapa klasifikasi yang pernah dibuat seperti yang disampaikan oleh Tarigan (1986:26) adalah tulisan bentuk objektif dan tulisan bentuk subjektif. Tulisan yang berbentuk objektif mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan, dan dokumen. Tulisan yang berbentuk subjektif mencakup otobiografi, surat-surat, penilaian pribadi, esei informal, potret atau gambaran, dan satire.
Berdasarkan bentuknya, Tarigan (1986:27) juga menyampaikan klasifikasi yang lain, yaitu eksposisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi. Selain itu terdapat klasifikasi lain, yaitu tulisan kreatif yang memberi penekanan pada ekspresi diri secara pribadi dan tulisan ekspositori yang mencakup penulisan surat, penulisan laporan, timbangan buku, resensi buku, dan rencana penelitian.
Keraf (2002:24) membuat klasifikasi tulisan menjadi empat jenis, yaitu deskripsi, narasi, argumentasi, dan eksposisi. Deskripsi adalah bentuk tulisan yang menceritakan suatu objek atau suatu hal sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata dan dilihat sendiri oleh pembaca. Narasi adalah bentuk tulisan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang seolah-olah dialami sendiri oleh pembaca. Argumentasi adalah bentuk tulisan yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Eksposisi adalah bentuk tulisan yang menguraikan suatu objek yang memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca.
Dari beberapa klasifikasi para ahli mengenai tulisan tersebut, surat termasuk ragam tulisan yang berbentuk subjektif dan ekspositori.



Daftar Pustaka

Akhadiah, dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Keraf, Gorys. 2002. (ed). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Soenardji. 1998. Asas-Asas Menulis. Semarang: IKIP Semarang Press.
Suriamiharja, dkk. 1996. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan, HG. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Gejala bahasa atau peristiwa bahasa itu di antaranya ialah:
(1) Adaptasi,
penyesuaian bentuk berdasarkan kaidah fonologis, kaidah ortografis, atau kaidah morfologis
Contoh : vyaya menjadi biaya
  • pajeg menjadi pajak
  • voorloper menjadi pelopor
  • fardhu menjadi perlu
  • igreja menjadi gereja
  • voorschot menjadi persekot
  • coup d'etat menjadi kudeta
  • postcard menjadi kartu pos
  • certificate of deposit menjadi sertifikat deposito
  • mass producIion menjadi produkmassa
(2) Analogi,
pembentukan kata berdasarkan contoh yang telah ada.
Contoh :
  • Berdasarkan kata 'dewa-dewi' dibentuk kata :
    putra-putri, siswa-siswi, saudara-saudari, pramugara-pramugari
  • Berdasarkan kata 'industrialisasi' dibentuk kata :
    hutanisasi, Indonesianisasi
  • Berdasarkan kata 'pramugari' dibentuk kata :
    pramuniaga, pramuwisata, pramuria, pramusaji,pramusiwi
  • Berdasarkan kata 'swadesi' dibentuk kata :
    swadaya, swasembada, swakarya, swasta, swalayan
  • Berdasarkan kata 'tuna netra' dibentuk kata :
    tuna wicara, tuna rungu, tuna aksara, tuna wisma, tuna karya, tuna susila, tuna busana.
(3) Anaptiksis (Suara Bakti),
penyisipan vokal e pepet untuk melancarkan ucapan Disebut juga suara bakti.
Contoh:
  • sloka menjadi seloka
  • srigala menjadi serigala
  • negri menjadi negeri
  • ksatria menjadi kesatria
(4) Asimilasi,
proses perubahan bentuk kata karena dua fonem berbeda disamakan atau dijadikan hampir sama.
Contoh:
  • in-moral menjadi immoral
  • in-perfect menjadi imperfek
  • al-salam menjadi asalam
  • ad-similatio menjadi asimilasi
  • in-relevan menjadi irelevan
  • ad-similatio menjadi asimilasi
(5) Disimilasi,
kebalikan dari asimilasi, yaitu perubahan bentuk katam yang terjadi karena dua fonem yang sama dijadikan berbeda.
Contoh :
saj jana menjadi sarjana
sayur-sayur menjadi sayur-mayur
(6) Diftongisasi,
perubahan bentuk kata yang terjadi karena monoftong diubah menjadi diftong.Jadi kebalikan monoftongisasi.
Contoh :
  • sentosa menjadi sentausa
  • cuke menjadi cukai
  • pande menjadi pandai
  • gawe menjadi gawai
(7) Monoftongisasi,
perubahan benluk kata yang terjadi karena perubahan diftong (vokal rangkap) menjadi monoftong (vokal tunggal)
Contoh :
  • autonomi menjadi otonomi
  • autobtografi menjadi otobiografi
  • satai menjadi sate
  • gulai rnenjadi gule
(8) Sandi (Persandian),
perubahan bentuk kata yang terjadi karena peleburan dua buah vokal yang berdampingan, dengan akibat jutmlah suku kata berkurang satu.
Contoh :
  • keratuan menjadi keraton
  • kedatuan menjadi kedaton
  • sajian menjadi sajen
  • durian menjadi duren
Perhatikan jumlah suku kata!
ke - ra - tu - an ~> ke - ra - ton
1     2     3     4        1    2      3
du - ri- an ~> du - ren
 1     2   3        1     2
(9) Hiperkorek,
pembetulan bentuk kata yang sebenarnya sudah betul, sehingga hasilnya justru salah.
Contoh :
  • Sabtu menjadi Saptu
  • jadwal menjadi jadual
  • manajemen menjadi menejemen
  • asas menjadi azas
  • surga menjadi sorga
  • Teladan menjadi tauladan
  • izin menjadi ijin
  • Jumat menjadi Jum'at
  • kualifikasi menjadi kwalifikasi
  • frekuensi menjadi frekwensi
  • kuantitas menjadi kwantitas
  • November menjadi Nopember
  • kuitansi menjadi kwitansi
  • mengubah menjadi merubah
  • februari menjadi Pebruari
  • persen menjadi prosen
  • pelaris menjadi penglaris
  • system menjadi sistim
  • teknik menjadi tehnik
  • apotek menjadi apotik
  • telepon menjadi telfon
  • ijazah menjadi ijasah
  • atlet menjadi atlit
  • nasihat menjadi nasehat
  • biaya menjadi beaya
  • perusak menjadi pengrusak
  • zaman menjadi jaman
  • koordinasi menjadi kordinasi
(10) Kontaminasi,
disebut juga kerancuan, yaitu kekacauan dimana dua pengertian yang berbeda, atau perpaduan dua buah struktur yang seharusnya tidak dipadukan.
Contoh :
  • berulang-ulang dan berkali-kali menjadi berulang-kali
  • saudara-saudara dan saudara sekalian menjadi saudara-saudara sekalian
  • musnah dan punah menjadi musnah
(11) Metatesis,
pergeseran kedudukan fonem, atau perubahan bentuk kata karena dua fonem alau lebih dalam suatu kata bergeser tempatnya.
Contoh :
  • rontal menjadi lontar
  • anteng menjadi tenang
  • usap menjadi sapu
  • palsu menjadi sulap
  • keluk menjadi lekuk
(12) Protesis,
perubahan fonem di depan bentuk kata asal.
Contoh :
  • lang menjadi elang
  • mak menjadi emak
  • mas menjadi emas
  • undur menjadi mundur
  • stri menjadi istri
  • arta menjadi harta
  • alangan menjadi halangan
  • sa menjadi esa
  • atus menjadi ratus
  • eram menjadi peram
(13) Epentesis,
perubahan bentuk kata yang terjadi karma penyisipan fonem ke dalam kata asal
Contoh :
  • baya menjadi bahaya
  • bhayamkara menjadi bhayangkara
  • gopala menjadi gembala
  • jur menjadi jemur
  • bahasa menjadi bahasa.
(14) Paragog,
perubahan bentuk kata karena penambahan fonem di bagian akhir kata asal.
Contoh :
  • mama, bapa menjadi mamak dan bapak
  • pen menjadi pena
  • datu menjadi datuk
  • hulu bala menjadi hulubalang
  • boek menjadi buku
  • abad menjadi abadi
  • pati menjadi patih
  • bank menjadi bangku
  • gaja menjadi gajah
  • conto menjadi contoh.
(15) Aferesis,
penghilangan fonem di awal bentuk asal.
Contoh :
  • adhyaksa menjadi jaksa
  • empunya menjadi punya
  • sampuh menjadi ampuh
  • wujud menjadi ujud
  • bapak menjadi pak
  • ibu menjadi bu.
(16) Sinkop,
penghilangan fonem di tengah atau di dalam kata asal.
Contoh :
  • laghu menjadi lagu
  • vidyadhari menjadi bidadari
  • pelihara menjadi piara
  • mangkin menjadi makin
  • niyata menjadi nyata
  • utpatti menjadi upeti.
(17) Apokop,
penghilangan fonem di akhir bentuk kata asal.
Contoh :
  • sikut menjadi siku
  • riang menjadi ria
  • balik menjadi bali
  • anugraha menjadi anugerah
  • pelangit menjadi pelangi.
(18) Kontraksi,
gejala pemendekan atau penyingkatan suatu frase menjadi kata baru.
Contoh :
  • tidak ada menjadi tiada
  • kamu sekalian menjadi kalian
  • kelam harian menjadi kemarin
  • bagai itu menjadi begitu
  • bagai ini menjadi begini.
    Akronim, seperti balita, siskamling, rudal, ampera, pada dasarnya termasuk gejala kontraksi.
(19) Nasalisasi,
atau penyengauan, proses penambahan bunyi sengau atau fonem nasal, yaim /m/, /n/, /ng/, den /ny/.
Contoh :
  • me baca menjadi membaca
  • pe duduk menjadi penduduk
  • pe garis menjadi penggaris.
(20) Palatalisasi,
penambahan fonem palatal /y/ pada suatu kata ketika kata ini dilafalkan.
Contoh :
pada kata ia, dia. pria, panitia, ksatria, bersedia, yang masing-masing dilafalkan /iya/, /priya/, /diya/. /panitiya/, dan /bersediya/. jadi palatalisasi muncul di antara vokal /i/ dan /a/ yang digunakan berdampingan.
(21) Labialisasi,
penambahan fonem labial /w/ di antara vokal /u/ dan /a/ yang berdampingan pads sebuah kata.
Contoh :
pada kata uang, buang, ruang, juang, kualitas, dan lain-lain. Selain itu, labialisasi juga muncul di antara vokal /u/ dan/e/. atau /u/ dan /i/ seperti pada kata frekuensi dan kuitansi. Pada waktu kita lafalkan
kata-kata itu, terasa sekali, bahwa di antara vokal-vokat tersebut
timbul fonem labial /w/, misalnya uang kita lafalkan /uwang/,
(22) Onomatope,
proses pembentukan kata berdasarkan tiruan bunyi-bunyi.
Contoh :
  • hura-hura dari hore-hore.
  • aum (suara harimau)
  • meong (suara kucing)
  • embik (suara kambing)
  • desis (suara ular)
  • desah (suara napas)
  • ketuk (bunyi pintu atau meja dipukul dengan jari atau palu)
(23) Haplologi,
proses perubahan bentuk kata yang berupa penghilangan satu suku kata di tengah-tengah kata.
Contoh :
  • samanantara menjadi sementara
  • mahardhika menjadi merdeka
budhidaya menjadi budaya

Subscribe Via Email

catatan "Kang Hasan"

↑ Grab this Headline Animator

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

About Me

Foto Saya
Hasanudin
Ketidaksempurnaan adalah hakiki insan Tuhan. Menjadikan lebih sempurna adalah kewajiban Insan terhadap Tuhan, dengan iman dan takwa kepada-Nya. Sebagai seorang insan kita wajib menghargai ketidaksempurnaan sesama.
Lihat profil lengkapku

Followers

Sponsored by

Ekstra Link

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net Add to Google Reader or Homepage Text Back Links Exchanges Blog Tutorial Wordpress Blogger Blogspot Cara Membuat Blog Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
Back To Top