BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembangunan yang berlangsung didunia selama beberapa dekade setelah Perang Dunia ke-II telah mampu meningkatkan tingkat pendapatan rata-rata yang jauh lebih tinggi di hampir semua negara. Namun, bersamaan dengan itu, pembangunan yang meningkat itu belum mampu memperbaiki tingkat hidup kaum dhuafa, baik yang tinggal di kota-kota besar maupun yang hidup didesa-desa. Persoalannya terletak pada pengertian tentang pembangunan yang dipahami oleh para pelaksana pembangunan tidak relevan dengan masalah hidup yang dialami oleh kaum tersebut di negara-negara yang bersangkutan. Akibatnya, pendekatan yang dipakai, strategi yang dipergunakan dan program pembangunan yang diterapkan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan hidup dan kepentingan mereka.
Terlalu banyak contoh untuk disebutkan, kalau konsep pembangunan itu telah melahirkan proyek-proyek besar, jalan-jalan raya, gedung-gedung mewah, dan lain-lain yang berlangsung bersamaan dengan linangan air mata dari mereka yang terpinggirkan. Bahkan dinegara-negara yang sedang berkembang, kalangan menengah yang tidak dekat dengan pusat kekuasaan seringkali mengalami ketidak-pastian hidup. Sebab itu diantara mereka yang mempunyai ketrampilan atau keahlian yang memadai banyak yang pindah kenegara-negara yang lebih maju.  Sementara kaum dhuafa yang hidupnya pas-pasan atau yang lebih rendah dari itu, hanya layak untuk berpikir tentang kemungkinan dapat hidup sampai besok pagi. Artinya, persoalan hidup bagi mereka tidak lebih dari sekedar asal hidup. Sebagian dari mereka terdiri dari penduduk desa yang pindah kekota (urbanisasi) untuk mengadu untung mencari kehidupan di kota-kota besar. Mereka melihat, dikota-kota besar terdapat kesempatan usaha yang lebih besar. Tetapi karena mereka datang tanpa modal dan persiapan ketrampilan apapun, kesempatan yang ada itu tak mungkin diraihnya. Akibatnya mereka terhempas menjadi gelandangan kota. Semua ini terjadi karena terpusatnya pembangunan di kota-kota besar. Sementara itu, pendidikan juga mengarah pada persiapan anak didik menjadi calon pegawai, bukan untuk mengembangkan kemampuan hidup mandiri. Akibatnya, tanpa memperoleh kesempatan kerja yang tersedia, para terpelajar itu tak berbeda dengan mereka yang tidak berpendidikan sama sekali.
Hal ini mendorong kita untuk berpikir ulang tentang makna dari pembangunan yang sesungguhnya. Bagaimana seharusnya kita memahami pembangunan ini? Upaya apa yang harus dilakukan agar pembangunan itu tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang telah mampu, tetapi juga dan terutama bermanfaat untuk mereka yang miskin atau belum mampu..

B.     Rumusan Masalah


C.    Tujuan Penulisan

















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hakikat Pembangunan
1.      Arti Kata
Dewasa ini istilah pembangunan telah menjadi kata tunggal yang bermakna majemuk. Kata pembangunan dapat dipahami sekaligus sebagai kata kerja, kata benda dan kata sifat. Dilihat sebagai proses kegiatan yang berlanjut, pembangunan dapat dipandang sebagai kata kerja. Sebagai suatu sistem, proses kegiatan pembangunan itu berlangsung dalam suatu totalitas, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai pada  evaluasi. Setiap kegiatan dalam proses itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apa yang direncanakan, itu yang akan dilaksanakan. Apa yang dilaksanakan, itu yang akan dievaluasi. Selanjutnya, temuan dari evaluasi menjadi masukan kembali dalam penyusunan rencana baru, begitu seterusnya. Meski proses kegiatan berlangsung secara berulang, namun tidak boleh bersifat rutin dan berjalan ditempat. Kondisi baru harus menjadi makin baik dan meningkat melalu. identifikasi dan upaya untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dijumpai pada setiap tahap dalam proses kegiatan.
Dilain pihak, tujuan pembangunan juga terlihat sebagai kata benda. Tujuan yang ingin dicapai itu dapat dilukiskan dengan angka-angka yang konkrit. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan lebih adil, kesempatan kerja yang bertambah banyak, jumlah produksi yang lebih meningkat, sarana transportasi dan komunikasi yang lebih baik dan lebih banyak, jumlah gedung sekolah yang makin bertambah, sarana kesehatan yang lebih banyak dan lebih bermutu, fasilitas produksi dan pemasaran yang lebih mudah serta mendorong kegiatan ekonomi rakyat dan usaha besar, dan sebagainya. Dengan demikian, rumusan tentang tujuan pembangunan harus terukur secara jelas, tidak boleh kabur dan bersifat sloganitas. Tujuan yang kabur dan tidak terukur mempersulit kegiatan evaluasi, sehingga tidak pernah dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada untuk meningkatkan pembangunan. Dalam ukuran yang konkrit, pembangunan baru dianggap berhasil kalau misalnya, hasil produksi dan pelayanan yang tersedia menjadi lebih bermutu dan lebih banyak. Dengan kata lain, pengadaannya menjadi lebih efektif dan lebih efisien.
Karena tujuan juga dianggap sebagai kondisi yang lebih baik, istilah pembangunan juga dapat dipandang dalam hubungan sebagai kata sifat. Sebagai kondisi yang lebih baik, tujuan pembangunan menjadi yang diinginkan (desirable). Persoalannya, diinginkan oleh siapa? Selama pembangunan hanya bermanfaat bagi kelompok kecil yang kuat dan membawa melarat bagi sebagian besar golongan miskin, maka pembangunan menjadi tidak disukai oleh masyarakat. Masalahnya bukan terletak pada pembangunan itu sendiri, tetapi pada kepentingan siapa yang diwakili oleh pembangunan dimaksud..
Berhubung dengan berbagai makna tersebut, maka proses perumusan kebijakan atau penetapan strategi pembangunan tidak boleh menjadi sempit dengan hanya  memperhatikan kepentingan dari satu kelompok saja dalam masyarakat atau dengan hanya menunggu timbulnya tuntutan dari masyarakat. Karena di negara-negara berkembang masyarakat miskin pada umumnya belum ada akses terhadap pembangunan, maka tuntutan  yang muncul dipermukaan juga lebih mewakili aspirasi golongan kaya yang jumlahnya lebih sedikit.
Dalam ajaran Islam, pengertian tentang pembangunan disebutkan sebagai “keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya” (Walal akhiratu khairullaka minal ula, QS: 93: 4). Pengertian tersebut menempatkan pembangunan dalam posisi yang dinamis. Maksudnya, kondisi tersebut tidak berada sebagai sesuatu yang tetap, tetapi berada dalam posisi yang selalu berubah secara terus menerus. Tidak pernah berhenti. Karena rangkaian perubahan itu merupakan hasil dari kegiatan pembangunan, maka itu pembangunan dipandang sebagai proses kegiatan yang tidak boleh berhenti, tetapi berlanjut sepanjang waktu. Setiap waktu adalah waktu awal yang sekaligus juga waktu akhir. Dengan demikian, dalam kehidupan terdapat proses perbaikan terus menerus tanpa henti. Sebab itu dalam konsep Islam manusia dikatakan merugi kalau tidak lebih baik dari kondisi kemarin, meskipun dalam kenyatan tidak menjadi lebih buruk, apalagi kalau itu menjadi lebih mundur.

Sejalan dengan konsep tersebut diatas, dalam ilmu Manajemen Pembangunan,  pembangunan disebut sebagai “…dynamic change of a whole society from one state of national being to another, with the connotation that the latter state is preferable”. (Katz,: p.2)  Dalam konsep ini, ada empat aspek yang perlu dicatat. Pertama, pembangunan itu adalah perubahan yang bersifat dinamis (a dynamic change). Kedua, bahwa perubahan itu tidak hanya terjadi pada sekelompok orang atau sesuatu wilayah saja, tetapi berlangsung dalam seluruh masyarakat (a whole society). Ketiga, perubahan itu berlangsung secara bertahap, dari suatu keadaan keadaan yang baru. Keempat, keadaan yang baru itu lebih disukai daripada keadaan sebelumnya. Karena pembangunan meliputi seluruh masyarakat, pembangunan mencakup berbagai sisi kehidupan. Dalam beberapa hal, tiap sisi kehidupan berbeda dengan sisi kehidupan lain. Dalam posisi yang berbeda, setiap individu berperilaku berbeda. Perilaku sebagai seorang ayah tidak sama dengan perilaku sebagai suami, perilaku sebagai anak buah berbeda sebagai perilaku sebagai pimpinan. Demikian juga perilaku petani tidak akan sama dengan perilaku buruh, perilaku birokrat berbeda dengan perilaku pengusaha dan seterusnya.
Karena pembangunan meliputi banyak sisi kehidupan, pembangunan harus didekati dengan beragam bidang ilmu (holistic approach). Pendekatan yang multi disiplin ini  perlu ditekankan untuk menghindarkan kesan yang sempit tentang pembangunan, yang menganggap pembangunan semata-mata berada dalam lingkup bidang ekonomi, dan, karena itu hanya menjadi urusan para ahli ekonomi saja. Sempitnya pengertian tentang pembangunan itu telah mengakibatkan pembangunan mengalami banyak kelemahan selama beberapa dekade sesudah Perang Dunia II. Selama masa itu, pembangunan dipandang sebagai persoalan teknis semata yang segala permasalahannya dapat diselesaikan secara ekonomis dan dengan perhitungan kuantitatif. Akibatnya, pembangunan hanya mampu menyentuh permasalahan yang dapat dihitung, yang ada dipermukaan dan yang biasanya hanya berhubungan dengan kelompok ekonomi kuat saja. Permasalahan-permasalahan hidup yang tidak berada dipermukaan dan tidak dapat dihitung yang dihadapi golongan ekonomi kecil, diharapkan teratasi dengan sendirinya melalui rembesan dari hasil kegiatan dipermukaan itu (trickle-down- effects).
Kesadaran tentang keperluan adanya pendekatan yang multi disiplin ini telah mendorong orang untuk melihat pembangunan tidak hanya dalam satu sektor atau bidang saja tetapi juga meliputi berbagai sektor, bidang dan daerah (regional approach). Analisis kebijakan dalam pembangunan tidak lagi sekedar berada dalam wawasan ilmu ekonomi, tetapi juga meliputi ilmu politik, ilmu perwilayahan (regional science), ilmu administrasi dan kebijakan publik. Bahkan akhir-akhir ini pendekatan ilmu jiwa atau psychology telah mulai memasuki wilayah kajian pembangunan. Bersamaan dengan meluasnya bidang kajian pembangunan, penggunaan matematika yang selama ini dipandang sebagai pendekatan yang paling maju, yang mampu menyederhanakan persoalan, mulai dipertanyakan akurasinya terhadap masalah-masalah sosial yang tidak dapat dikalkulasikan secara matematis. Namun matematika tetap dipandang sebagai ilmu alat atau ilmu bantu yang sangat penting, tetapi bukan segala-galanya.
2.      Kriteria dan Pendekatan  Pembangunan
Kalau pembangunan dimaksudkan untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik dimasa depan, yang menjadi pertanyaan, apa sesungguhnya yang diartikan dengan kondisi yang lebih baik itu? Beberapa kriteria muncul selama beberapa dekade untuk menjelaskan makna yang sesungguhnya dari pembangunan. Sampai akhir tahun 1960-an para ahli masih mengartikan pembangunan sebagai kemajuan ekonomi dengan menggunakan   kenaikan pendapatan per kapita sebagai satu-satunya ukuran. Sebagai satuan hitung, dipergunakan nilai mata uang dollar Amerika. Makin tinggi pendapatan perkapita, makin tinggi tingkat pembangunan suatu negara. Tetapi sejalan dengan berkembangnya pembangunan, ukuran itu kemudian dirasa tidak cukup. Ukuran itu saja dirasa banyak kekurangannya. Pertama, penggunaan nilai mata uang dollar Amerika tidak dapat sepenuhnya menggambarkan nilai riel dari pendapatan di negara-negara lain. Daya beli mata uang sesuatu negara pada suatu waktu tidak selalu sama dengan nilai nominal yang diukur dalam nilai mata uang dollar. Meskipun nilai tukar mata uang rupiah pada satu waktu misalnya Rp 9.500 per US $ 1, tetapi daya beli rupiah sebesar Rp. 9.500 di Indonesia lebih besar dari nilai US $ 1 di Amerika Serikat. Karena itu perhitungan pendapatan perkapita dengan menggunakan mata uang dollar tidak selalu realistis. Kedua, perhitungan pendapatan per kapita hanya didasarkan pada nilai pasar. Artinya, kegiatan-kegiatan yang tidak bersifat komersial atau yang tidak dapat dihitung berdasarkan nilai pasar tidak diperhitungkan. Dalam hal ini, misalnya kegiatan seorang pembantu rumah tangga diperhitungkan, sementara kegiatan ibu rumah tangga dianggap tidak komersial, karena itu tidak termasuk dalam perhitungan pendapatan nasional atau pendapatan per kapita. Ketiga, pendapatan per kapita merupakan hasil bagi dari total pendapatan atau total produksi dalam satu tahun. Kenaikan total produksi (GDP atau GNP) yang lebih tinggi dari kenaikan penduduk pada tahun yang sama menghasilkan kenaikan pendapatan per kapita. Karena itu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena kenaikan total produksi dapat terjadi dengan hanya kenaikan sekelompok kecil anggota masyarakat yang kaya, sementara kelompk besar golongan miskin tidak mengalami sesuatu perubahan pendapatannya, pendapatan per kapita penduduk secara menyeluruh dianggap telah meningkat. Sebab itu pembangunan  suatu negara yang dihitung berdasarkan kenaikan pendapatan per kapiat tidak mencerminkan kenyataan yang ada.
Karena itu pada awal tahun 1970-an orang mulai mempersoalkan akurasi dari perhitungan pembangunan berdasarkan pendapatan per kapita. Sejak itu orang mulai menyadari keperluan adanya pemerataan dan menganggap pembangunan yang sesungguhnya  terjadi bilamana pembangunan itu dapat menimbulkan pemerataan pendapatan disamping adanya pertumbuhan yang tercermin pada kenaikan pendapatan per kapita. Berbagai langkah kebijakan untuk pemerataan dilakukan, antara lain melalui penerapan sistem pajak progresif, jaminan sosial, dan sistem penggajian (flat-remuniration) yang rata. Artinya pendapatan atau gaji golongan tertinggi tidak terlalu berbeda dari tingkat pendapatan atau gaji golongan terendah. Tetapi pandangan inipun kemudian dipandang kurang sempurna. Masalahnya terletak pada keadilan itu juga. Kalau sebagian orang bekerja dengan sungguh-sungguh dan memikul tanggungjawab yang besar harus membagi pendapatannya dengan mereka yang malas, tidak bekerja dan tidak mempunyai sesuatu tanggungjawab, juga tidak adil.
Kelemahan lain dari pendekatan ini seperti yang diungkapkan oleh Mahbub ul Haq terletak pada pemisahan antara strategi produksi dengan strategi distribusi. Maka itu upaya untuk mewujudkan pertumbuhan yang menjamin pemerataan harus dilakukan melalui penyusunan strategi produksi yang senyawa dengan strategi distribusi (Mahbub ul Haq, 1976: 32 – 34). Karena itu sejak akhir tahun 1970-an atau awal tahun 80-an pendekatan pemerataan inipun dipandang ada kelemahannya. Sejak itu, sejalan dengan kritik Mahbub ul Haq,  konsep pemerataan dilengkapi dengan istilah ‘pemerataan kegiatan dan hasil-hasilnya’, seperti yang tertuang dalam REPELITA III dan seterusnya. Meskipun pemerintah Republik Indonesia tidak pernah dapat merealisasikannya dalam praktek, tetapi konsep itu tetap mempunyai makna yang cukup menarik. Konsep tersebut tidak hanya maju secara konseptual, tetapi juga tepat secara kontektual. Konsep tersebut sesuai dengan kondisi ekonomi, sumber daya, penyebaran penduduk dan masyarakat Indonesia sendiri. Konsep tersebut menghendaki adanya kegiatan pembangunan yang berlangsung merata diseluruh wilayah tanah air yang disertai dengan pemerataan hasil-hasilnya. Kondisi yang ingin diwujudkan ini justeru berbeda dengan kenyataan yang selama ini berlangsung, dimana kegiatan eksploitasi sumberdaya berlangsung di beberapa daerah, sementara hasil-hasilnya terpusat dan dinikmati di Jakarta.
Kepincangan yang ada selama ini merupakan akibat dari sistem pemerintahan yang sentralistis selama era Orde Baru. Segala keputusan dalam bidang pemerintahan dan pembangunan di pusatkan di ibu kota negara. Karena itu kantor pusat segala bidang usaha berada di Jakarta, mereka membayar pajak di Jakarta. Akibatnya, meskipun kegiatan fisik ada di daerah-daerah, tetapi kegiatan bisnis dan administrasi berlangsung di ibu kota negara. Dengan sistem yang demikian, daerah-daerah hanya menerima limbah dari pembangunan, untuk kemudian menunggu kemurahan hati pemerintah pusat untuk sudi menganugerahkan sedikit dana yang pada umumnya jauh lebih kecil dari total penerimaan negara yang diperoleh dari daerah itu.
B.     Prinsip Dasar Ekonomi Pembangunan
Ekonomi Pembangunan adalah cabang dari Ilmu Ekonomi yang bertujuan untuk menganalisis masalah-masalah yang khususnya dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang dan mendapatkan cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah itu, supaya negara-negara tersebut dapat membangun ekonominya dengan lebih cepat lagi. Tujuan dari analisis ekonomi pembangunan adalah untuk: menelaah faktor-faktor yang menimbulkan keterlambatan pembangunan khususnya di negara-negara sedang berkembang, mengemukakan cara pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, sehingga dapat mempercepat jalannya pembangunan ekonomi khususnya di negara-negara tersebut. Ekonomi pembangunan belum memiliki pola analisis tertentu yang dapat diterima oleh kebanyakan ahli-ahli ekonomi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: sangat kompleksnya masalah pembangunan, banyaknya faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan dan banyaknya faktor yang terpengaruh oleh pembangunan, ketiadaan teori-teori pembangunan yang dapat menciptakan suatu kerangka dasar dalam memberikan gambaran mengenai proses pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang, disertai dengan perubahan ciri-ciri penting suatu masyarakat, yaitu perubahan dalam keadaan sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dan struktur kegiatan ekonominya. Tujuan pembangunan ekonomi pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: menaikkan produktivitas dan menaikkan pendapatan perkapita. Beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat maupun perekonomian antara lain adalah: output atau kekayaan suatu masyarakat atau perekonomian akan bertambah, kebahagiaan penduduk bertambah, menambah kesempatan untuk mengadakan pilihan yang lebih luas, memberikan manusia kesempatan yang lebih besar untuk memanfaatkan alam sekitar, memberikan kebebasan untuk memilih kesenangan yang lebih luas, mengurangi jurang perbedaan antara negara-negara yang sedang berkembang dengan negara-negara yang sudah maju. Kerugian-kerugian dari pembangunan ekonomi adalah: mendorong seseorang untuk berpikir maupun bertindak lebih mementingkan diri sendiri, mendorong seseorang lebih bersifat materialistis, sifat hidup gotong royong yang pada umumnya terdapat di negara-negara sedang berkembang semakin berkurang, sifat kekeluargaan dan hubungan keluarga semakin berkurang.
Usaha-usaha pembangunan yang sedang giat dilaksanakan oleh negara-negara sedang berkembang di dunia pada umumnya berorientasi kepada bagaimana memperbaiki atau mengangkat tingkat hidup masyarakat di negara-negara tersebut agar mereka bisa hidup seperti masyarakat di negara-negara maju.
Perbedaan antara negara-negara sedang berkembang dengan negara-negara yang sudah maju, serta perbedaan antara kehidupan masyarakat di berbagai negara membuat kita bertanya. Apa yang menyebabkan suatu negara mengalami proses pembangunan yang lebih cepat? Apa yang bisa dilakukan oleh negara-negara yang kurang maju atau oleh negara-negara yang sedang berkembang untuk memperbaiki standar hidup mereka?
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu jawaban yang seakan-akan menjadi semacam kunci keberhasilan bagi suatu negara untuk meningkatkan taraf hidup warga negaranya. “Economics development is a process whereby an economiy’s real national income increase on a long period of time. And if the rate of development is greather than rate of population growth, then per capita real income will increase” (Baldwin 1957:2-3). Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka waktu panjang. Dari definisi ini mengandung tiga unsur. (1) Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terus-menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru,(2) usaha meningkatkan pendapatan per kapita,(3) Kenaikan pendapatan per kapita harus berlangsung dalam jangka panjang.
Perkembangan ekonomi selalu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per-kapita, karena pendapatan per-kapita merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat.Namun pengalaman pembangunan di masa lalu yang orientasi strategi pembangunan terfokus pada peningkatan pendapatan per kapita saja tidak cukup,bahkan menimbulkan ketimpangan, kemiskinan, pengangguran dan ketidakmerataan dalam distribusi ,pendapatan yang ada pada umumnya dialami oleh negara-negara yang justru mengalami kenaikan pendapatan per kapita.
Dalam memahami ekonomi pembangunan, perlu juga kita membedakan pemabangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi terkandung arti adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat atau GDP dimana kenaikannya dibarengi oleh perombakan modernisasi serta memperhatikan aspek pemerataan pendapatan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan ekonominya atau tidak.
Pada umumnya pembangunan selalu dibarengi dengan pertumbuhan , tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan . Pada tingkat permulaan mungkin saja pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan atau sebaliknya.
1.      Strategi Pembangunan Ekonomi
Dewasa ini strategi pembangunan menitikberatkan kepada integrated rural development (pembangunan pedesaan yang terpadu),agricultural intensification (intensifikasi pertanian), intermediate technology (teknologi madya), appropriate education (pendidikan yang layak), labor force expansion (ekspansi tenaga kerja), small industries and export promotion (promosi industry kecil dan ekspor), employement generation (penciptaan lapangan kerja), nutricion and health development (perbaikan gizi dan kesehatan), social and human resources development (pengembangan sumber daya manusia dan sosial ), income distribution (distribusi pendapatan), dan institusional change (perubahan institusional). ( Kwik Kian Gie 1983:128)
Untuk mencapai sasaran pembangunan di atas strategi pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada :
a)        Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi yang terus-menerus meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan dan kesehatan.
b)        Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah yang ditandai dengan tersedianya lapangan kerja yang cukup.
c)        Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan
d)       Perubahan sosial, sikap mental dan tingkah laku masyarakat dan lembaga pemerintah.
2.      Ukuran Pembangunan pendapatan Per-Kapita dan Tingkat Kesejahteraan
Pada umumnya untuk mengetahui laju pembangunan ekonomi suatu negara dan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, perlu diketahui tingkat pertambahan pendapatan nasional akan menentukan besarnya pendapatan per kapita. Pendapatan Per kapita sering dianggap sebagai gambaran tingkat kesejahteraan. Sedangkan besarnya pendapatan per kapita sangat erat kaitannya dengan pertambahan penduduk. Sehingga apabila pertambahan pendapatan nasional lebih besar daripada tingkat penduduk , maka tingkat pendapatan per kapita penduduk meningkat. Sebaliknya , apabila tingkat pertambahan pendapatan nasional lebih kecil dari pertambahan penduduk ,maka pendapatan per kapita mengalami penurunan.
3.      Cara Menghitung Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional dapat dihitung melalui tiga pendekatan yaitu (1) pendekatan produksi, (2) pendekatan pengeluaran , (3) pendekatan penerimaan.
a)      Pendekatan Produksi
Dihitung dengan melakukan perhitungan terhadap nilai produksi, yang diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang ada di suatu negara, tanpa membedakan apakah faktor produksi milik orang asing atau warga negara itu sendiri. Hasilnya disebut Gross Domestic Product (GDP).
b)      Pendekatan Pengeluaran
Dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam masyarakat, yang dihitung bukanlah nilai dari setiap transaksi di antara penjual dan pembeli , tetapi yang diperhitungkan hanya jasa dan arus barang akhir. Dalam analisis ekonomi makro ,perhitungan pendapatan nasional didasarkan sifat pengeluaran yang dilakukan oleh setiap rumah tangga konsumen, rumah tangga perusahaan , pemerintah dan sektor luar negeri berupa eksport dan import. Dengan rumus: Y= C+I+G+(X-M) hasil perhitungan dengan cara ini disebut Gross National Product (GNP).
c)      Pendekatan Penerimaan
Dilakukan dengan caramenjumlahkan pendapatan dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan barang dan jasa. Pendapatan yang dihitung adalah pendapatan yang diperoleh oleh mereka yang memiliki faktor-faktor produksi ini masing-masing memperoleh gaji, sewa(w), rente(r), dan profit(p) yang bisa kita kembangkan dengan Rumus NI (National Income)= w+r+i+p




















BAB III
SIMPULAN

Dari paparan yang telah dituliskan di atas, dapat diambil suatu simpulan sebagai berikut ini.
1.            Pada hakekatnya, pembangunan adalah pembangunan sumberdaya manusia. Pembangunan  prasarana dan sarana  dilakukan hanya untuk menunjang kegiatan manusia dalam pembangunan. Karena pembangunan yang berlangsung selama beberapa dekade sesudah Perang Duni-II tidak berpusat pada manusia, maka itu pembangunan tersebut belum mampu meningkatkan tingkat hidup dari kaum miskin dihampir semua tempat dipermukaan bumi ini. Tanpa pengembangan kemampuan, kaum miskin tidak mungkin dapat mengambil manfaat dari prasarana, sarana dan fasilitas yang disediakan..
2.            Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan masa depan manusia yang lebih baik daripada sebelumnya. Karena itu pembangunan merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan selalu meningkat dari hari kehari.
3.            Pembangunan berlangsung dalam masyarakat yang selalu berubah. Dalam hal ini, pembangunan tidak hanya menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dalam masyarakat yang berubah itu, tetapi juga berperan untuk melakukan perubahan atau mengarahkan perubahan tersebut. Untuk itu, instrumen strategi yang dipakai harus sesuai dengan kelompok sasaran (target group)  dan strategi induk yang dipilih.
4.            Ekonomi Pembangunan adalah cabang dari Ilmu Ekonomi yang bertujuan untuk menganalisis masalah-masalah yang khususnya dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang dan mendapatkan cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah itu, supaya negara-negara tersebut dapat membangun ekonominya dengan lebih cepat lagi.




DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Z., Kebijakan Publik, Jakarta, Yayasan Pancur Siwah, 2004
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Salemba Empat: Jakarta.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Said Zainal Abidin, Reformasi Administrasi dan        Pembangunan Nasional, Jakarta, L.P. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,1993
Tjokroamidjojo, Bintoro, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara dan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta, LAN, 2004


Artikel Terkait:


0 komentar:

Posting Komentar

Tambahkan Komentar Anda

Subscribe Via Email

catatan "Kang Hasan"

↑ Grab this Headline Animator

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

About Me

Foto Saya
Hasanudin
Ketidaksempurnaan adalah hakiki insan Tuhan. Menjadikan lebih sempurna adalah kewajiban Insan terhadap Tuhan, dengan iman dan takwa kepada-Nya. Sebagai seorang insan kita wajib menghargai ketidaksempurnaan sesama.
Lihat profil lengkapku

Followers

Sponsored by

Ekstra Link

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net Add to Google Reader or Homepage Text Back Links Exchanges Blog Tutorial Wordpress Blogger Blogspot Cara Membuat Blog Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
Back To Top