1.      Pengertian Pembelajaran berbicara
Apa yang dimaksud dengan istilah Pembelajaran? Pembelajaran adalah proses atau hal mempelajari. Kurikulum 1984, kita temukan istilah pengalaman belajar. Dalam konsep CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) sering disinggung aktivitas belajar. Dalam keterampilan proses kita temukan istilah kegiatan belajar dan di dalam Kurikulum 2003 istilah yang digunakan standar kompetensi atau kompetensi dasar. Semua istilah itu mengacu pada pengertian yang sama yaitu pengalaman belajar yang dilakukan dirasakan murid dalam menguasai suatu bahan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran ialah pengalaman yang dialami murid dalam proses menguasai kompetensi dasar pembelajaran.
Di dalam KTSP dinyatakan bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pernyataan tersebut berimplikasi bahwa siapa pun yang mempelajari suatu bahasa pada hakikatnya sedang belajar berkomunikasi.
Thompson (dalam Depdiknas, 2003:1) menyatakan bahwa komunikasi merupakan fitur mendasar dari kehidupan sosial dan bahasa merupakan komponen utamanya. Pernyataan tersebut menyuratkan bahwa kegiatan berkomunikasi tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan berbahasa. Dalam kegiatan berkomunikasi dengan bahasa, sebagaimana diketahui meliputi komunikasi lisan dan tulis. Komunikasi lisan terdiri atas keterampilan menyimak/mendengarkan dan keterampilan berbicara, sedangkan komunikasi tulis terdiri dari keterampilan membaca dan menulis.
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan produktif karena dalam perwujudannya keterampilan berbicara menghasilkan berbagai gagasan yang dapat digunakan untuk kegiatan berbahasa (berkomunikasi), yakni dalam bentuk lisan dan keterampilan menulis sebagai keterampilan produktif dalam bentuk tulis. Dua keterampilan lainnya (menyimak dan membaca) merupakan keterampilan reseptif atau keterampilan yang tertuju pada pemahaman. Siswa membutuhkan keterampilan berbicara dalam interaksi sosialnya. Siswa akan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaanya secara efektif jika ia terampil berbicara. Dalam kaitan kreativitas, keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang perlu mendapat perhatian karena gagasan-gagasan kreatif dapat dihasilkan melalui keterampilan tersebut.
Kemampuan berbicara siswa juga dipengaruhi oleh kemampuan komunikatif. Menurut Utari dan Nababan (1993) kemampuan komunikatif adalah pengetahuan mengenai bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut, dan kemampuan untuk menggunakannya pada saat kapan dan kepada siapa. Pengertian ini dilengkapi oleh Ibrahim (2001) bahwa kemampuan komunikatif adalah kemampuan bertutur dan menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi, situasi, serta norma-norma berbahasa dalam masyarakat yang sebenarnya. Kompetensi komunikatif juga berhubungan dengan kemampuan sosial dan menginterpretasikan bentuk-bentuk linguistik. Para siswa tentu sudah memiliki pengetahuan sebagai modal dasar dalam bertutur karena ia berada dalam suatu lingkungan sosial yang menuntutnya untuk paham kode-kode bahasa yang digunakan masyarakatnya.
Dalam kaitannya dengan keterampilan berbicara, berikut ada ilustrasi. Ketika kita mendengar kata ”berbicara”, pikiran kita tertuju pada kegiatan ”berpidato”. Padahal, berpidato hanya merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbicara. Tampaknya, dalam menghadapi era globalisasi saat ini keterampilan berbicara perlu terus ditingkatkan sehingga pengguna bahasa mampu menerapkan keterampilan tersebut untuk berbagai bidang kehidupan, misalnya, berwawancara, berdiskusi, bermain peran, bernegosiasi, berpendapat, dan bertanya. Untuk itu, dalam dunia pembelajaran para guru bahasa dituntut untuk dapat melakukan ”terobosan” sehingga pembelajaran bahasa yang dilaksanakannya dapat memenuhi tuntutan zaman, terutama dalam hal pembelajaran berbicara.
2.      Karakteristik Pembelajaran Berbicara
Kegiatan berbicara dapat berlangsung jika setidak-tidaknya ada dua orang yang berinteraksi, atau seorang pembicara menghadapi seorang lawan bicara. Dengan kemajuan teknologi, kegiatan berbicara dapat berlangsung tanpa harus terjadi kegiatan tatap muka, misalnya pembicaraan melalui telepon. Bahkan melalui layar telepon seluler 3G, tanpa bertemu langsung dua orang yang sedang berbicara dapat saling melihat. Kegiatan berbicara yang bermakna juga dapat terjadi jika salah satu pembicara memerlukan informasi baru atau ingin menyampaikan informasi penting kepada orang lain.
Berikut disajikan sejumlah karakteristik yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran berbicara antara lain: (a) harus ada lawan bicara, (b) penguasaan lafal, struktur, dan kosa kata, (c) ada tema/topik yang dibicarakan, (d) ada informasi yang ingin disampaikan atau sebaliknya ditanyakan, dan (e) memperhatikan situasi dan konteks.
3.      Kriteria Penilaian Pembelajaran Berbicara
Ada dua jenis penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbicara, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung untuk menilai sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika menyajikan kompetensi berbicara yang dituntut kurikulum atau mempresentasikan secara individual.
Dalam penilaian proses digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggung jawab. Dalam penilaian hasil digunakan rubrik penilaian untuk mengetahui kompetensi siswa dalam berbicara, misalnya menanggapi pembacaan puisi. Ada beberapa aspek yang dinilai, yaitu (1) kelancaran menyampaikan pendapat/tanggapan; (2) kejelasan vokal; (3) ketepatan intonasi; (4) ketepatan pilihan kata (diksi); (5) struktur kalimat (tuturan); (6) kontak mata dengan pendengar; (7) ketepatan mengungkapkan gagasan disertai data tekstual.
Penilaian kompetensi berbicara yang dilakukan dengan unjuk kerja atau performance yang utama perlu diukur adalah yang berkaitan dengan penggunaan bahasa seperti penguasaan lafal, struktur, dan kekayaan kosakata. Selain itu, juga penguasaan masalah yang menjadi bahan pembicaraan, bagaimana siswa memahami topik yang dibicarakan dan mampu mengungkapkan gagasan di dalamnya, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara (Nurgiyantoro, 2001:276).
Penilaian kemampuan berbicara haruslah membiasakan peserta didik untuk menghasilkan bahasa dan mengemukakan gagasan melalui bahasa yang sedang dipelajarinya. Dengan kata lain, penilaian berbicara harus dilakukan dengan praktik berbicara. Jadi, bentuk penilaian pembelajaran berbicara seharusnya memungkinkan siswa untuk tidak saja mengucapkan kemampuan berbahasanya, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaannya sehingga penilaian ini bersifat fungsional (Nurgiyantoro, 2001:278). Berikut ini contoh model penilaian berbicara:

1.      Pembicaraan berdasarkan gambar
a.       Pemberian pertanyaan
b.      Bercerita (menceritakan gambar)
2.      Wawancara
3.      Bercerita
4.      Berpidato
5.      Diskusi
6.      Bermain peran
Dalam menggunakan bentuk-bentuk penilaian di atas, pelaksanaannya tetap harus fokus pada aspek kognitif. Meskipun aspek psikomotor yang berupa gerakan mulut, ekspresi mata, dan gesture lain juga harus dinilai, 6 tingkatan aspek kognitif Bloom yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan berpikir tetap harus menjadi fokus utama karena berkaitan dengan kemampuan menuangkan gagasan (Ibid, 2001:291-292). Keenam tingkatan berpikir ( C1 – C6) dari yang paling rendah hingga paling tinggi (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi) harus dinilai dengan menggunakan rubrik dan penyekoran yang tepat sehingga tidak ada siswa yang dirugikan karena kompetensi setiap siswa terukur dengan alat ukur yang akurat.
Berbicara sebenarnya merupakan kegiatan kompleks yang melibatkan beberapa faktor. Yaitu kesiapan belajar, kegiatan berpikir, kesiapan mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan. Apabila salah satu faktor tidak dikuasai dengan baik, akan terjadi kelambatan pada penguasaan bahan pembicaraan dan mutu bicara akan menurun (Mackey dalam Hastuti, dkk., 1985:6). Semakin tinggi seseorang menguasai kelima unsur itu, semakin baik pula penampilan dan penguasan bicaranya.
Salah satu model yang digunakan dalam penilaian berbicara (khususnya dalam berpidato dan bercerita) adalah sebagai berikut; skala penilaian yang digunakan adalah 0-10 (Nurgiyanto, 1980:265). (a) keakuratan informasi, (b) hubungan antarinformasi, (c) ketepatan struktur dan kosakata, (d) kelancaran, (e) kewajaran, (f) gaya pengucapan. Untuk masing-masing butir penilaian tidak harus selalu sama bobotnya, bergantung pada apa yang menjadi fokus penilaian pada saat itu. Yang penting, jumlah semua bobot penilaian 10 atau 100 sehingga mempermudah mendapatkan nilai akhir, yaitu (jumlah nilai x bobot):10 atau 100. Misalnya:
Butir 1, keakuratan informasi berbobot 20,
Butir 2, hubungan antarinformasi berbobot 15,
Butir 3, ketepatan struktur berbobot 20,
Butir 4, kelancaran berbobot 15,
Butir 5, kewajaran urutan wacana berbobot 15,
Butir 6, gaya pengucapan berbobot 15.
Selain itu, alat penilaian dalam berbicara (khususnya wawancara) dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Penilaian ini disusun dengan skala: 1 - 6. 1 berarti sangat kurang dan 6 berarti sangat baik. Berikut ini adalah deskripsi masingmasing komponen.
a)      Tekanan
(1)   ucapan sering tidak dapat dipahami;
(2)   sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang;
(3)   pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan menimbulkan salah ucap yang dapat menyebabkan kesalahpahaman;
(4)   pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak menyebabkan kesalahpahaman;
(5)   tidak ada salah ucapan yang mencolok, mendekati ucapan standar;
(6)   ucapan sudah standar.
b)      Tata bahasa
(1)   penggunaan bahasa hamper selalu tidak tepat;
(2)   ada kesalahan dalam penggunaan pola-pola secara tetap yang selalu mengganggu komunikasi;
(3)   sering terjadi dalam pola tertentu karena kurang cermat yang dapat mengganggu komunikasi;
(4)   kadang-kadang terjadi kesalahan dalam pengunaan pola tertentu, tetapi tidak mengganggu komunikasi;
(5)   sering terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola;
(6)   tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan berwawancara


c)      Kosakata
(1)   pengunaan kosakata tidak tepat dalam percakapan yang sederhana sekalipun;
(2)   penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal;
(3)   pemilihan kosakata sering tidak tepat dan keterbatasan penggunannya menghambat kelancaran komunikasi dalam sosial dan profesional;
(4)   penggunaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang tertentu, tetapi penggunan kosakata umum secara berlebihan;
(5)   penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum tepat digunakan sesuai dengan situasi sosial;
(6)   penggunaan kosakata teknis dan umum luas dan tepat.
d)     Kelancaran
(1)   pembicaraan selalu berhenti dan terputus-putus;
(2)   pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimat pendek;
(3)   pembicaraan sering ragu, kalimat tidak lengka;
(4)   pembicaraan lancar dan luas tetapi sekali-sekali kurang;
(5)   pembicaraan dalam segala hal lancar.
e)      Pemahaman
(1)   memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana;
(2)   memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan dan pengulangan;
(3)   memahami percakapan sederhana dengan baik, kadang-kadang masih perlu penjelasan ulang;
(4)   memahami percakapan normal dengan baik, kadang-kadang masih perlu penjelasan dan pengulangan;
(5)   memahami segala sesuatu dalam percakapan normal kecuali bersifat kolokial;
      (6) memahami segala sesuatu dalam percakapan normal.





DAFTAR ISI

Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ibrahim, Abdul Syukur. 2001. Pengantas Sosiolingustik, Sajian Bunga Rampai. Malang: Universitas Negeri Malang.
Nurgiantoro, Burhan, 2001, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Edisi III. Yogyakarta: BPFE.
Utari, Sri dan Subyakto, Nababan. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta.


Artikel Terkait:


0 komentar:

Posting Komentar

Tambahkan Komentar Anda

Subscribe Via Email

catatan "Kang Hasan"

↑ Grab this Headline Animator

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

About Me

Foto Saya
Hasanudin
Ketidaksempurnaan adalah hakiki insan Tuhan. Menjadikan lebih sempurna adalah kewajiban Insan terhadap Tuhan, dengan iman dan takwa kepada-Nya. Sebagai seorang insan kita wajib menghargai ketidaksempurnaan sesama.
Lihat profil lengkapku

Followers

Sponsored by

Ekstra Link

Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net Add to Google Reader or Homepage Text Back Links Exchanges Blog Tutorial Wordpress Blogger Blogspot Cara Membuat Blog Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free! Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
Back To Top